Selasa, 02 September 2014

Skenario "Kisah Kehidupan Sang Gita"



KISAH KEHIDUPAN SANG GITA

Sien 1                    : Di dalam rumah kos yang berbentuk U. Ada sepuluh kamar di rumah tersebut. Setiap sisi masing-masing lima kamar. Di tengah rumah berbentuk U tersebut ada ruang keluarga. Di ujung masing-masing sisi ada pintu keluar masuk. 
                Gita        :“Hari yang cerah membuat diriku semakin bersemangat. Oia, jangan lupa untuk membayar uang kos terlebih dahulu sebelum pergi ke kampus.” (Batin Gita seraya mengunci pintu kamar kosnya)
                Gita        :“Jika ada yang bilang kuberubah. Jangan kau dengar. Banyak cinta yang datang mendekat kumenolak. Semua itu karna kucinta kau. Kauauauuu…” (Menyenandungkan lirik lagu kesenangannya sambil bergaya ala penyanyinya, seraya melihat ke kamar sebelah, tepatnya ke lantai yang berada dekat sekali dengan pintu)
                Gita        :“Lah, kok ada sepatu cowok?” (Seraya melototin sepatu yang sepertinya baru dibeli oleh pemiliknya)
                Gita        :“Boleh juga ini sepatu. Mahal ni kayaknya dan yang pake pasti oke nih. Jadi penasaran! Oops, kesempatan tidak boleh dilepas.” (Gita kembali membatin dengan semangatnya yang tak pernah sirna. Lalu terdengar pintu diketuk dengan penuh antusias)
Gita        :“Spada, I’m here. I’m Gita. What can I do for you?” (Lalu, terdengar suara Gita mengetuk pintu lagi)
Gita        : “Anybody home?” (Gita semakin penasaran terlebih lagi terdengar suara orang grasak-grusuk. Gita lantas terdiam bertanya-tanya. Wajahnya spontan terlihat shock)
Lantas Gita pun beraksi memanggil pihak keamanan. Gita berlari bak seorang polisi wanita mengejar buronannya. Namun, sayang setibanya dia di pos satpam, dia tidak menemukan seorang pun juga. Gita spontan ingin marah, tetapi menahan diri karena percuma saja. Segera Gita balik ke kamar tadi dan orang-orang sudah rame, termasuk pak satpam yang dicari. Namun, ini belum seisi rumah yang hadir, karena sebagian besar mereka kuliah.
Gita        :“Ada apa ini? Ada apa? “(Gita bertanya ngotot dengan para anak kos lainnya yang sepertinya sedang menanyakan si penghuni kamar)
Rani       :“Kamu ini gimana. Kamu nanti rugi sendiri, Anim. Kita ini teman kamu, kita ingin kebaikan untuk kamu.” (Rani serius sekali memberi nasehat)
Lastri     :“Iya, lagian kamu kan baru kenal dengan dia kan?” (Tambah Lastri, teman kosku yang paling kemayu)
Satpam : “Sekarang, dia lari. Untung belum jadi.” (Tambah pak satpam menahan kesal)
Anim     :“Iiya, maafin aku woii. Aku pikir dia lelaki baik-baik. Dia bilang enggak pa-pa. Enggak diapa-apain.” (Anim melanjutkan penjelasannya dengan tangisan)
Rani       :“Udah, udah sabar. Mari kita ke ruang keluarga.” (Saran Rani cepat) 
Kemudian mereka menuntut
Anim yang terkenal lugu ke ruang keluarga yang tertata rapi dan tidak terlalu besar. Di ruang keluarga ini, terdapat sofa panjang yang berhadapan langsung dengan televisi, dan jendela yang klasik, di mana dari jendela tersebut kita bisa melihat jalan setapak. Ada vas bunga dan photo keluarga ibu kos.  Gita pun yang sedari tadi mendengarkan obrolan mereka,  turut mengekor sampai ke depan televise dekat mereka duduk. Selanjutnya, kejadiannya yang dipertontonkan adalah suasana penuh dengan wejangan.
Gita tersenyum puas karena teman-temannya benar-benar  dewasa. Gita jadi ingin pulang kampung karena rindu petuah nenek, kakek, ayah, ibu, kakak, abang, dll. Lamunannya sampai kepada ketika dia diajak ikut paguyuban. Gita disuruh jadi protokol. Lantas, Gita pun tersenyum kembali.
Gita        :“Ayah, Ibu doakan Gita sukses ya. Cepat tamat kuliahnya.” (Doa Gita dalam hati.)

                                                                                                “”
Sien 2                    :Di rumah Ibu kos yang asri yang terletak dekat dengan rumah kosnya. Rumahnya klasik, banyak pepohonan, sederhana, tetapi jauh dari seram.
Gita        :“Tok tok tok.” (Gita mengetuk pintu rumah ibu kosnya yang terletak tidak jauh dari tempat mereka tinggal, di kota tempat mereka menimba ilmu.)
Ibu kos :“Iya masuk. Siapa ya?” (Sahutan ibu kos dengan suara yang banyak orang dapat menebak bahwa ia adalah seorang wanita yang sabar dan santun. Gita jadi teringat kata-kata ibu kosnya)
Ibu kos :“Anak-anak. Kalian adalah titipan Tuhan, seperti itu juga bagi ibu kalian adalah titipan orang tua kalian. Jadi, kalian sudah ibu anggap sebagai anak ibu sendiri. Ibu mau kalian menjadi anak yang baik ahlaknya, rajin belajar dan beribadah. Kalau usaha dan doa sudah kalian lakukan, Insya Allah  semua urusan kalian berjalan lancar. Jangan sia-siakan jerih payah orang tua kalian.”  (Wejangan yang sering dilontarkan  ibu kos yang selalu memakai kebaya dan menyanggul rambutnya dan duduk di kursi goyang sambil menyulam.)
Ririn       :“Siapa ya?” (Suara perempuan pula dengan lembut dari dalam)
Gita        :“ Ini Gita, Bu.” (Suara pintu terbuka mengiringi setelahnya) “Ada, Ibu Retno?”
Ririn       :“Ada. Silakan masuk. Ririn, anak Bu Retno.” (Seraya menyodorkan tangan untuk berkenalan.)
Gita        :“Gita.” (Seraya  menyambut tangan Ririn)  “Ririn, liburan ya?”
Ririn       :“Iya. Aku di sini tiga hari lagi. Hmmh, besok hari Sabtu. Aku ingin jalan-jalan. Kamu mau nemanin, nggak?”
Ibu kos :“Gita, ada keperluan apa, Nak? Oh ya, bagus kalau kalian sudah saling kenal.” (Tiba-tiba ibu kos bersuara, datang dari dalam rumah menghampiri anaknya dan Gita)
Gita        :“Saya kemari mau menyelesaikan kewajiban dan sekaligus menyampaikan sesuatu yang penting, sebagai amanat dari anak-anak kos lainnya.”
Ibu kos : “Mari kita duduk. Ooh, begitu. Ibu tahu sekarang. Baik sekali kamu, Gita. Ini masih tanggal 01.”
“Biasanya juga Diva bayar awal bulan. Sekarang ingin lebih cepat lagi.”
“Selain ini apa yang ingin kamu sampaikan?”
“Nah itu dia Bu yang tidak kalah penting, tetapi Ibu jangan terkejut ya mendengarnya.” Diva menarik nafas dan membelokkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, takut kalau-kalau ad yang mendengar.
“Ini mengenai Anim Bu.”

                Suatu pagi Diva dan Ririn makan bubur kacang ijo dengan lahapnya. Mereka habis berolah raga. Dari wajah mereka masih terlihat bekas keringat yang diseka.
“Wah, boleh juga idemu Rin. Kalau enggak aku masih berkutik dengan buku-buku yang aku pinjam dari perpustakaan.”
“Alah, biasa saja, sudah sewajarnya anak-anak seperti kita mencintai olah raga.”
“Alah, gayamu Rin.” Tiba-tiba terdengar suara orang menyambung dan suaranya tidak asing lagi.
“Weih, apa kabar Pak? Lama tidak berjumpa.” Balas ririn senang sekali seperti melihat seseorang yang sudah lama dinanti.
“Baik baik. Kamu, baik kan? Dan ini siapa, kenalin, dunks.” Seraya sedikit berbisik mendekat ke Ririn yang berada di belakang gerobak penjual bubur , yang sedang sibuk membersihkan mangkok bekas langganannya yang sudah selesai sarapan.
“Oooh. Ini Diva, temanku. Anak angkat Ibu di rumah. Diva ini yang menjadi penghibur Ibu, kalau sedang rindu sama ank-anaknya. Maklum kami kuliah di luar kota semua. Ya, Pak demi cita-cita….Hmmh…” Ririn menarik nafas dan melanjutkan “cita-cita membangun bangsa ini Pak.” Menutup pembicaraannya dengan mata berbinar-binar.
“Mantap.Mantap. Kenalkan Diva, aku Tono teman SMU Ririn.”
“Diva.” Segera menyodorkan tangannya untuk berkenalan.
“Pak, kacang ijonya satu ya. Lama-lama aku lihat kalian mirip. Benar-benar Ririn kedua ini. Wah, Ibu Retno punya anak kembar dunks.” Jelas Tono   sambil menanti kedatangan pesanannya.
“Masak. Lagian Ibu Retno punya banyak anak di kos. Kami semua diperlakukan sama. Tidak ada perbedaan. Lagian, aku ini orangnya urakan, sedang Ririn kalem.”
“Ech, benar loh, katanya di dunia ini ada 7 orang yang mirip dengan kita.”
“Nah, tuh. Ririn aja setuju.” Sambil menerima kacang ijo yang dinanti.
“Aku makan dulu ya cewek-cewek.”
“Iya silakan Pak.”
“Hmmh, ngomong-ngomong kamu ditugaskan di sini. Enak dunks. Enak ya udah kerja.”
Tono yang polisi mengangguk-angguk.
“pendidikan itu penting Bu. Semua pekerjaan itu sama. Asal kite mencintai pekerjaan kita. Nah, sekarang selagi belum bekerja, belajarlah baik-baik dan semua jurusan itu sama dan cintailah agar….” Tono tidak melanjutkan.
“Agar berhasil kelak.” Kedua cewek-cewek yang berada di kanan kiri Tono  melanjutkan antusias seperti murid mendengarkan guru kesayangannya.
“Pinter anak-anak.”
“Kalau bole tahu..”
“Polisi, mbak Diva yang terhormat dan muliakan Allah.” Tono menjawab cepat karena sudah tahu apa yang akan ditanyakan oleh Diva.
“Oh ya polisi.” Sambil mengangguk-angguk tersenyum seperti ada rencana penting yang akan diinstruksikan. Alhasil, Ririn dan Tono binggung melihat ekspresi temannya.
“Emang kenapa.” Tanya Ririn.
“Bagus sekali Pak Tono. Bagaimana menurutmu….”
“Ya…” serentak Ririn dan Tono tak sabar.
“Hmmh…” seperti berpikir kembali atau mencerna apa yang akan disampaikan, lalu berkata, “

“Sudah yuk kita pulang saja.  Soalnya aku harus meenyelesaikan makalahku, biar segera diperbolehkan mengajukan judul skripsi.”
“Lah, kok. Enggak diselesaikan pembicaraannya, Mbak Diva.” Tungkas Tono enggak puas.
“Iya nanti saja. Di jalan aku beritahukan.”
“Gimana, Pak? Masih dengan Susi? Pertanyaan Ririn hanya dib alas tatapan tajam Tono ke depan jalan di saat mereka ke parkiran.
“Ton Ton… ehem.”
“Iya, iya apa ya…”
“Sudah bertunagan.” Jawab Tono lemas
“Bertunangan? Dengan siapa?” sambung  Ririn yang sudah mencium gelagat tidak baik dengan hati-hati.
“Bukan dengan aku.”
“Sabar ya Ton. Pasti ada yang lebih baik.”
“Benar Bu, meski perasaanku masih ada.”
“hmmh. Teruskan Ton. Jangan pernah liha tke belakang. Masih banyak cewek yang labih baik. Mau aku cariin? “seraya melihat kea rah Diva yang sedang menikmati udara pagi.
     “Aku rasa saat ini aku mau focus pada pekerjaan dulu. Aku mau berprestasi dalam pekerjaanku Bu Ririn. Setuju?”
“Setuju sekali Pak Tono.”
“Bagus sekali dan sekarang aku mau  titip pesan buat bapak Polisi yang terhormat dan dimuliakan Allah.  Tolong ya Pak jaga anak-anak Indonesia dari hal-hal yang bisa menghnacurkan bangsa ini, termasuk pergaulan bebas. Aku yakin “There is a will there is a way. That’s the way it is”
“Baik baik ibu-ibu yang baik.”
“Tunggu dulu, satu lagi. Aku ingin melihatmu dekat dengan rakyat, karena kepercayaan masyarakat dengan polisi saat ini banyak berkurang.” Seraya menahan Tono naik ke sepeda motornya yang sederhana.
“Kira-kira, judul apa ya yang cocok untuk skripsiku ini.” Diva berpikir-pikir sambil memegang penanya. Cukup lama Diva berpikir dan mencari-cari idea tau inspirasi di kamarnya. Dia buka-buka daftar judul-judul skripsi yang sudah dicatatnya. Diva juga membuka-buka kliping Koran yang dikumpulkannya dari semester satu. Dia menyusunnya dengan rapi di
                Sudut kamarnya. Diva juga membuka kumpula buku-buku yang dibelinya dengan menyisihkan uang pemberian orang tuanya,
“Pengaruh pemilu terhadap pengetahuan politik masyarakat kelurahan ini…, Pengaruh tayangan acara keadilan di Maju TV, analisis wacana rubric politik d Koran…., hmmh, kira-kira apalagi ya?” Diva berpikir lagi dan mulai mengantuk sampai tertidur di atas meja belajarnya.
Hari pun pagi. Suara nada sms masuk membangunkan Diva yang sedang tertidur pulas dan sudah pindah ke kasurnya.
“Aswl. Pagi Diva. Sudah sholat subuh belum?”
“Belum, baru bangun soalnya. Makasih ya sudah dibangunin. Kalau boleh tahu, siapa ya?
“Ini no baruku. Ini Tono. Masih ingat kan?”
“Iya masih ingat”, balas Diva kemudian  dan bangkit mencuci muka, lalu mengerjakan sembahyang subuh. Dalam sholatnya Diva memanjatkan doa dengan khusuk. Ketika Diva melipat sajadahnya, dia mendapat ide mengenai judul barunya. Diva langsung mengetik pengajuan judulnya.   
“Analisis  Sejauh Mana Politik Bersih Diterapkan dalam Departemen Hukum dan Ham.”
Dalam 10 menit sudah rampung. “Yes”, Diva menarik tangannya seperti seorang olahragawan yang mampu menjatuhkan lawannya.
“Pagi semua. Aswl,” menyapa teman-temannya yang sudah menunggu di koridor kampus hijau mereka.
“Gimana, Div sudah siap mengajukan judulnya. Aku doain langsung disetujui.”
“Insya Allah siap. Makasih atas doanya dan kalau harus dieprbaikin aku juga sudah siap, karena tujuannya untuk kesempurnaan karya kita. Bagaimana pendapat kalian?”
“Setuju.” Serentak keempat temannya menjawab.
“Oh ya, makasih juga atas saran-saran kalian untuk judulku, karena masukan kalian aku jadi lebih PD.” Sebelum Diva melangkah keluar dan dibalas senyuman teman-temanya yang penuh dukungan. Langkah Diva begitu pasti dan dalam hatinya dia tidak lupa berdoa. Ya, diva memang seorang wanita yang energik.
“Bismillahirrohmanirrohim. Pagi Bu. Saya ingin mengajukan judul skripsi saya.” Terang Diva sopan.
“Baik. Mari biar saya lihat. Bagus sekali judulnya, dan di form ini sudah lengkap. Tinggal tanda tangan dan acc ketua jurusan.
Enam bulan kemudian, Diva menyelesaikan skripsinya. Dia mendapat nilai A. Diva benar-benar mengerjakan  skripsinya dengan teliti dan dengan tangan sendiri. Bahkan  tulisannya sempat masuk ke Koran local mengenai “Meragukan kemampuan diri dengan plagiat.” Dan ketika wisuda ada yang berbeda dari Diva. Dia tampak lebih dewasa dengan jilbabnya.  
(Sien-sien.)

   Minggu-minggu selanjutnya bagi Diva adalah saat untuk benar-benar ulet mencari pekerjaan. Semangatnya tidak gentar meski harus turun naik kendaraan umum. Pada saat baru mengantarkan lamaran. Diva menyempatkan diri ke loper Koran yang dekat dengan toko buku tersebut. Gita melihat anak-anak dari slum area. Perasaannya begitu terenyuh karena mereka begitu dekil dan bertelanjang kaki.
Gita                        :“Dek nggak sekolah?
Anak                      :”Nggak ada uang. Main enak.”
(Di sudut yang lain seorang anak sedang membaca buku.)
Anak                      :“Kakak-kakak. Kita mau kok  sekolah, tetapi….”
Gita                        :“Mau kakak kasi buku? “
Anak                      :“Mau mau. Komik ya kak.”
Gita                        :“Enggak hanya komik, tapi buku lain yang lebih berharga harus kalian baca. Mau?”
Anak                      :“Mau? Kak.
                Besoknya Gita langsung membawakan buku-bukunya untuk mereka. Bahkan, semangatnya untuk mengajar muncul. Gita langsung menjelaskan semua pertanyaan mereka. Syukurlah mereka anak-anak yang cerdas sekali.
                Oke, sekarang buka buku halaman enam. Sudah semua?
                Sudah Bu.
                Sekarang ibu mau kalian membaca.
                Baik Bu. Fosil Dinosaurus spesies baru dipamerkan di Brasil. Fosil tulang-belulang dinosaurus yang ditemukan di Brasil ini dipastikan berasal dari spesies baru. Diberi nama Maxakalisaurus Topai, hewan seberat Sembilan ton dan setinggi 13 meter ini diperkirakan pernah hidup pada Periode Cretaceous sekitar 80 juta tahun lalu..” bacaannya masih tersendat-sendat. Jadi mau enggak mau Gita harus membacakan dongeng.
               
Gita semangat sekali dan keantusiasannya  diarahkannya untuk mengurusin anak-anak didiknya. Dia membuka komunitas pendidikan gratis dari FB untuk mencari donator untuk menyumbangkan dananya dan mewujudkan rencananya untuk membuka rumah baca dan sekolah gratis, sembari masih mencari pekerjaan.
Aris                        :“Selamat Pagi Mbak Gita. Saya Aris ingin bergabung dalam komunitas ibu. Saya ingin gabung dalam dua program sekaligus, yaitu program rumah baca dan sekolah gratis. Saya sudah dari dahulu punya rencana, tetapi belum terrealisasikan, karena saya belum menemukan tempat yang tepat.
Gita                        :(Gita diam seribu bahasa karena saking senangnya dan melanjutkan membaca inbox tersebut )
Aris                       :”Apakah besok ibu ada waktu? Saya akan segera bawa buku-buku saya. Saya juga akan datang bersama teman-teman saya yang lain, karena kami sebelumnya juga sudah bergabung dalam komunitas cinta baca. Saya rasa keinginan ibu untuk segera meresmikan rumah baca ini bisa segera terlaksana.”
Gita                        :“Alhamdulillah. Allah sudah menjawab doa kita Pak. Saya akan menunggu bapak di sini untuk membicarakan perkembangan selanjutnya dari rumah baca kita ini. Gita Pertiwi. Wassalam.” (Balas Gita dalam emailnya)
Ibu kos                 :“Ehem, kelihatannya kamu senang sekali. Kamu sudah dapat donatur?”
Gita                      :“ Iya Bu, bahkan lebih dari satu. “                                                                                           
Ibu kos                 :“Alhamdulillah. Kalau kita yakin, Allah akan memberikan pertolongan-Nya kepada kita.”
Gita                        :“Iya dengan sebelumnya kita harus berusaha keras.”
Ibu kos                 :“Gita, ibu senang sekali loh. Mudah-mudahan, banyak yang akan berkunjung. Jadikan rame. Oh ya, ibu punya ide untuk segera membersihkan ruangan yang akan disulap jadi rumah baca idamanmu.”
Gita                        :“Ayuk Bu. Oh ya, Gita dengar Ririn akan tinggal bersama kita lagi, ya Bu?”
Ibu kos                 :“Iya. Besok dia akan datang.”
Gita                        :“Asyik kalau begitu. Kalau rumah baca ini benar-benar jadi diresmikan, ada Ririn yang menemanin kita. “
Ibu kos                 :“Iya.”
                                                                                “”””””
Tiba-tiba Tono nelpon dan memberitahukan kabar gembira. Gita yang sedang memegang sapu bergegas ke ruang tamu hendak mengangkat telepon.
Tono                      :“Halo Gita. Ini Tono. Git, ada kabar gembira buat kamu. Sekarang dinas sedang mengalakkan dengan gencar pemberantasan Narkoba, kriminal, dan pergaulan bebas. Aku salah satu pimpinan dalam aksi ini.”
Gita                        :“Waw, bagus tuh.”
Tono                      :“Yang lebih bagusnya lagi Git, seluruh lapisan masyarakat ikut dilibatkan. Kami juga bekerjasama dengan tentara. Jadi, image negatif  pada pihak aparat bisa segera sirna.”
Gita                        :“Alhamdulillah. Aku doain semoga kamu dan kawan-kawan bisa menjalankan tugasnya dengan baik.”
Tono                      :”Nah, itu dia yang aku senang dari kamu. Trims ya Git. Tapi, tunggu dulu….hmmh….
Gita                        :”Apa?”
Tono                      :“Hmmh, te…te…terus ada yang ingin aku sampaikan kepadamu. Anu, anu….bukan maksudlku…hmmh… maukah kamu…?”
Gita                        :“Ayoo, apaan?  Harus berani dong. Katanya orang Batak. Nama lengkap Tono Parlaungan. Masak kayak gini aja keder.”
Tono                      :“Betul nih? Serius nih…”
Gita                        :“Serius.”( Jawab Gita antusias)
Tono                      :“Aku mau kamu jadi pacar kamu.”
Gita                        :“Nah gitu dunks. Spirit… Spirit…Ta.. ta… apa?”
Tono                      :“Kok apa sih? Jawabnya sekarang. Enggak bisa? 1-0 dong kalau gitu. Katanya harus berani.”
Gita                        :“Abang tono Parlaungan. Dengar ya,  ini bukan masalah berani atau tidak, tetapi masalah keputusan penting. Jadi, wajar kalau harus dipertimbangkan terlebih dahulu.”
Tono                      :“Harus dipertimbangkan dulu ya? He he” (Tono jadi salah tingkah)
Gita                        :“Iyaa, benar sekali. Udah dulu ya. Aku mau terusin beres-beresnya dulu. “

                                                                                                “””””
“Terima kasih atas kehadiran Bapak Ibu di sini. Puja dan puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa. Saya berharap semoga kedepannya rumah baca ini, bisa menjadi wahana pencerdas bangsa, karena membaca adalah jendela dunia.”
Penguntingan pita dilakukan dengan seksama. Para hadirin memperhatikan dengan  cermat dan mereka bertepuk tangan. Acara selanjutnya adalah pemotongan tumpeng, yang dibuat oleh  Ririn dan Gita sendiri. Tumpeng tersebut dibagi-bagikan kepada para hadirin. Para hadirin juga tidak lupa menyalamin dan  memberikan ucapan selamat kepada Ririn dan Gita.

                                                                                                “””
Ririn                       :”Anak-anak hari ini kita kedatangan guru baru lagi di rumah baca kita. Ayoo, sapa bu gurunya.”
Anak-anak          :“Selamat siang Bu.”
Ririn                       :“Siang anak-anak. Ini hari pertama ibu. Jadi, izinkan ibu memperkenalkan diri. Nama ibu Mirna. Sudah tahu kan? Nah, Sekarang ibu mau kalian memperkenalkan diri kalian juga satu per satu.”
                Ketika anak-anak sibuk memperkenalkan diri, Ririn dan Gita sudah mulai menilai guru baru tersebut agar bisa mengetahui kelebihan dan kekurangannya. Tak lama kemudian Gita membuka percakapan.
Gita                        :“Rin, kemarin aku lihat kamu jalan berdua dengan Rony ya?”
Ririn                       :“Iya, dia nemanin aku membeli buku baru.”
Gita                        :“Kalian semakin dekat. Menurut aku dia pria yang baik.”
Ririn                       :“Oh ya? terima kasih.  Bagaimana hubunganmu dengan Tono? Kapan kalian lebih serius lagi?  Tono juga kan sudah cukup mapan dan kamu juga sudah jadi guru TK. Hidup ini simple, fren, menikah dan punya anak. That’s all. Walau banyak sekali yang membuatnya rumit. Bagi segelintir orang hidup sederhana yang dikejar, tetapi bagi orang lain hidup seperti itu dihindarin. Ya manusia memang komplit dan aneh.”
Gita                        :“Benar. Aku terlalu sibuk dengan sekolah dan rumah baca kita, karena aku merasa hidup ini lebih berharga dengan melakukan tindakan seperti ini. Alhasil, aku sampai lupa untuk hal yang lain. Untung ada kamu Rin yang ingatin.”
Ririn                       :“Sudah kewajiban kita untuk saling mengingatkan.”
Gita                        :“Ya, hidup ini memang simple. Menikah dan punya anak. Dan semoga rejeki kami lancar dan banyak”
                                                                                                “”
 Delapan belas  tahun kemudian, Tono dan Gita sudah menikah dan dikaruniakan tiga anak, dua perempuan dan satu laki-laki. Tono sudah naik pangkat.
Sien                                       : Di lapangan bulu tangkis. Gita sedang menunggu putrinya berlatih bulu tangkis. 
Gita                                        :“Hallo, abang.”
Tono                                      :“Iya. Ada apa dek.” (Dengan suara yang penuh kasih sayang)
Gita                                        :“Adek mau permisi untuk pulang telat dari latihan Ditha, putri kita. Kan tiga bulan lagi dia harus ke Jakarta untuk mengikuti Sea Games 2011. Aku ditemanin sama ibu ya Bang. Soalnya Ririn tadi sibuk dengan anak-anak didiknya”
Tono                                      : “Iya abang izinin.” (Kata komandan yang kemana-mana selalu berpakaian rapi  dan sederhana ini). “ Abang juga nanti  akan menjemput Nabilla. Dek udah dulu ya, soalnya ada telepon masuk sepertinya dari putri kita.”
Nabilla                                  :“Hallo, ayah, enggak telat kan?
Tono                                      :”Enggak.  Ini ayah berangkat. (Tono bangkit dan keluar dari ruang kerjanya menuju ke tempat parkir. Sepanjang koridor kantornya, pak polisi teladan ini selalu ramah kepada rekan kerjanya dengan selalu melemparkan senyum. Lalu, Tono menghidupkan sepeda motornya dengan terlebih dahulu memanaskannya agar mesinnya lebih terawat.)
Pak Polisi                             : “Wah, Pak Tono sepertinya mau cepat-cepat  ya, tetapi tetap saja masih sempat memanaskan sepeda motornya.”
Tono                                      : “Iya, Pak. Biar mesinnya awet dan lebih hemat energi.”
Pak Polisi                             : “Kalau boleh tahu. Mau kemana rupanya, Pak?”
Tono                                      : “Mau menjemput anak saya di……”
Pak Polisi                             : “Saya rasa tidak akan lama perjalanan, ditambah  melihat kemacetan lalu lintas sudah berkurang, karena aksi teman sejawat kita juga, Pak.”
Tono                                      :”Alhamdulillah.”
Pak polisi                             :”Padahal, pendatang baru dari provinsi lainnya semakin bertambah. Iya inilah untungnya tinggal bukan di ibukota. ”
Tono                                      :”Benar juga ya! Ya, mudah-mudahan kemacetan Jakarta juga berkurang dan lalu lintas semakin tertib dari Sabang sampai Merauke.”
Pak polisi                             :”Iya, Pak. Hati-hati!!! Biar lambat asal selamat.”
Tono                                      :”Terima kasih, Pak Bagus. (Tono langsung menarik gas dan keluar dari kantor poltabes)

Sien                                       :Kampus yang Asri dengan lapangan yang sangat luas. Tampak para atlet berlatih dengan serius dengan semangat pantang menyerah. Lapangan ini dekat dengan jalan sehingga ada beberapa warga menonton. Tampak Billa melambai-lambaikan tangannya ke arah ayahnya, yang  sudah cukup lama menyaksikan anaknya berlatih.
Nabilla                                  : Yah, Billa sekarang sudah menguasai gerakan ini.  Billa mau mengejar ketertinggalan dari bang Fajar dan kak Santhi. Mereka sudah menjadi atlet yang diperhitungkan. Santhi harus bisa lolos ke kejuaraan daerah dulu. Mudah-mudahan selanjutnya semua lebih mudah.Amiin.” (Jelas Billa dalam perjalanan pulang)
                Tak terasa pembukaan SEA GAMES 2011 sudah berjalan. Obor sudah diarak ke beberapa kota. Harapan Tono dan istrinya melihat Ditha meraih medali untuk dipersembahkan kepada negara tercinta.
Ditha                     : “Yah Ibu, doain Ditha ya.”
Tono dan istri     :”Iya, pasti sayang.” (Jawab mereka serentak)
Ditha menyalami kedua orang tuanya, lalu memeluk kedua orang tuanya. Setelah itu langsung masuk ke bandara. Ditha mengambil rute Kalimantan-Jakarta. Ditha tak lupa melepas senyum kepada kedua orang tuanya dan keluarganya.
Gita                      :”Pergilah Nak. Kami dan seluruh bangsa Indonesia mendoakan kalian, seluruh atlet Indonesia.” (Kata dalam hati) Tak terasa air matanya menetes.


     

    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar