KISAH KEHIDUPAN SANG GITA
Sien 1 : Di dalam rumah kos yang
berbentuk U. Ada sepuluh kamar di rumah tersebut. Setiap sisi masing-masing
lima kamar. Di tengah rumah berbentuk U tersebut ada ruang keluarga. Di ujung
masing-masing sisi ada pintu keluar masuk.
Gita :“Hari yang cerah membuat diriku semakin bersemangat. Oia,
jangan lupa untuk membayar uang kos terlebih dahulu sebelum pergi ke kampus.” (Batin
Gita seraya mengunci pintu kamar kosnya)
Gita :“Jika ada yang bilang kuberubah. Jangan kau dengar. Banyak
cinta yang datang mendekat kumenolak. Semua itu karna kucinta kau. Kauauauuu…”
(Menyenandungkan lirik lagu kesenangannya sambil bergaya ala penyanyinya,
seraya melihat ke kamar sebelah, tepatnya ke lantai yang berada dekat sekali
dengan pintu)
Gita :“Lah, kok ada sepatu cowok?” (Seraya melototin sepatu yang
sepertinya baru dibeli oleh pemiliknya)
Gita :“Boleh juga ini sepatu. Mahal ni kayaknya dan yang pake
pasti oke nih. Jadi penasaran! Oops, kesempatan tidak boleh dilepas.” (Gita
kembali membatin dengan semangatnya yang tak pernah sirna. Lalu terdengar pintu
diketuk dengan penuh antusias)
Gita :“Spada, I’m here. I’m Gita. What can I
do for you?” (Lalu, terdengar suara Gita mengetuk pintu lagi)
Gita : “Anybody home?” (Gita semakin
penasaran terlebih lagi terdengar suara orang grasak-grusuk. Gita lantas
terdiam bertanya-tanya. Wajahnya spontan terlihat shock)
Lantas
Gita pun beraksi memanggil pihak keamanan. Gita berlari bak seorang polisi
wanita mengejar buronannya. Namun, sayang setibanya dia di pos satpam, dia
tidak menemukan seorang pun juga. Gita spontan ingin marah, tetapi menahan diri
karena percuma saja. Segera Gita balik ke kamar tadi dan orang-orang sudah
rame, termasuk pak satpam yang dicari. Namun, ini belum seisi rumah yang hadir,
karena sebagian besar mereka kuliah.
Gita :“Ada apa ini? Ada apa? “(Gita bertanya
ngotot dengan para anak kos lainnya yang sepertinya sedang menanyakan si
penghuni kamar)
Rani :“Kamu ini gimana. Kamu nanti rugi
sendiri, Anim. Kita ini teman kamu, kita ingin kebaikan untuk kamu.” (Rani
serius sekali memberi nasehat)
Lastri :“Iya, lagian kamu kan baru kenal dengan
dia kan?” (Tambah Lastri, teman kosku yang paling kemayu)
Satpam : “Sekarang, dia lari. Untung belum jadi.”
(Tambah pak satpam menahan kesal)
Anim :“Iiya, maafin aku woii. Aku pikir dia
lelaki baik-baik. Dia bilang enggak pa-pa. Enggak diapa-apain.” (Anim
melanjutkan penjelasannya dengan tangisan)
Rani :“Udah, udah sabar. Mari kita ke ruang
keluarga.” (Saran Rani cepat)
Kemudian
mereka menuntut
Anim yang terkenal lugu ke ruang keluarga yang tertata rapi dan tidak terlalu besar. Di ruang keluarga ini, terdapat sofa panjang yang berhadapan langsung dengan televisi, dan jendela yang klasik, di mana dari jendela tersebut kita bisa melihat jalan setapak. Ada vas bunga dan photo keluarga ibu kos. Gita pun yang sedari tadi mendengarkan obrolan mereka, turut mengekor sampai ke depan televise dekat mereka duduk. Selanjutnya, kejadiannya yang dipertontonkan adalah suasana penuh dengan wejangan.
Anim yang terkenal lugu ke ruang keluarga yang tertata rapi dan tidak terlalu besar. Di ruang keluarga ini, terdapat sofa panjang yang berhadapan langsung dengan televisi, dan jendela yang klasik, di mana dari jendela tersebut kita bisa melihat jalan setapak. Ada vas bunga dan photo keluarga ibu kos. Gita pun yang sedari tadi mendengarkan obrolan mereka, turut mengekor sampai ke depan televise dekat mereka duduk. Selanjutnya, kejadiannya yang dipertontonkan adalah suasana penuh dengan wejangan.
Gita
tersenyum puas karena teman-temannya benar-benar dewasa. Gita jadi ingin pulang kampung karena
rindu petuah nenek, kakek, ayah, ibu, kakak, abang, dll. Lamunannya sampai
kepada ketika dia diajak ikut paguyuban. Gita disuruh jadi protokol. Lantas, Gita
pun tersenyum kembali.
Gita :“Ayah, Ibu doakan Gita sukses ya. Cepat
tamat kuliahnya.” (Doa Gita dalam hati.)
“”
Sien 2 :Di rumah Ibu kos yang asri
yang terletak dekat dengan rumah kosnya. Rumahnya klasik, banyak pepohonan,
sederhana, tetapi jauh dari seram.
Gita :“Tok tok tok.” (Gita mengetuk pintu
rumah ibu kosnya yang terletak tidak jauh dari tempat mereka tinggal, di kota
tempat mereka menimba ilmu.)
Ibu kos :“Iya masuk.
Siapa ya?” (Sahutan ibu kos dengan suara yang banyak orang dapat menebak bahwa
ia adalah seorang wanita yang sabar dan santun. Gita jadi teringat kata-kata
ibu kosnya)
Ibu kos :“Anak-anak.
Kalian adalah titipan Tuhan, seperti itu juga bagi ibu kalian adalah titipan
orang tua kalian. Jadi, kalian sudah ibu anggap sebagai anak ibu sendiri. Ibu
mau kalian menjadi anak yang baik ahlaknya, rajin belajar dan beribadah. Kalau
usaha dan doa sudah kalian lakukan, Insya Allah
semua urusan kalian berjalan lancar. Jangan sia-siakan jerih payah orang
tua kalian.” (Wejangan yang sering
dilontarkan ibu kos yang selalu memakai
kebaya dan menyanggul rambutnya dan duduk di kursi goyang sambil menyulam.)
Ririn :“Siapa ya?”
(Suara perempuan pula dengan lembut dari dalam)
Gita :“ Ini Gita,
Bu.” (Suara pintu terbuka mengiringi setelahnya) “Ada, Ibu Retno?”
Ririn :“Ada.
Silakan masuk. Ririn, anak Bu Retno.” (Seraya menyodorkan tangan untuk
berkenalan.)
Gita :“Gita.”
(Seraya menyambut tangan Ririn) “Ririn, liburan ya?”
Ririn :“Iya. Aku
di sini tiga hari lagi. Hmmh, besok hari Sabtu. Aku ingin jalan-jalan. Kamu mau
nemanin, nggak?”
Ibu kos :“Gita, ada keperluan
apa, Nak? Oh ya, bagus kalau kalian sudah saling kenal.” (Tiba-tiba ibu kos
bersuara, datang dari dalam rumah menghampiri anaknya dan Gita)
Gita :“Saya kemari mau menyelesaikan kewajiban
dan sekaligus menyampaikan sesuatu yang penting, sebagai amanat dari anak-anak
kos lainnya.”
Ibu kos : “Mari kita duduk. Ooh, begitu. Ibu tahu sekarang.
Baik sekali kamu, Gita. Ini masih tanggal 01.”
“Biasanya juga Diva bayar awal bulan. Sekarang ingin
lebih cepat lagi.”
“Selain ini apa yang ingin kamu sampaikan?”
“Nah itu dia Bu yang tidak kalah penting, tetapi Ibu
jangan terkejut ya mendengarnya.” Diva menarik nafas dan membelokkan kepalanya
ke kanan dan ke kiri, takut kalau-kalau ad yang mendengar.
“Ini mengenai Anim Bu.”
Suatu
pagi Diva dan Ririn makan bubur kacang ijo dengan lahapnya. Mereka habis
berolah raga. Dari wajah mereka masih terlihat bekas keringat yang diseka.
“Wah, boleh juga idemu Rin. Kalau enggak aku masih
berkutik dengan buku-buku yang aku pinjam dari perpustakaan.”
“Alah, biasa saja, sudah sewajarnya anak-anak seperti
kita mencintai olah raga.”
“Alah, gayamu Rin.” Tiba-tiba terdengar suara orang
menyambung dan suaranya tidak asing lagi.
“Weih, apa kabar Pak? Lama tidak berjumpa.” Balas ririn
senang sekali seperti melihat seseorang yang sudah lama dinanti.
“Baik baik. Kamu, baik kan? Dan ini siapa, kenalin,
dunks.” Seraya sedikit berbisik mendekat ke Ririn yang berada di belakang
gerobak penjual bubur , yang sedang sibuk membersihkan mangkok bekas
langganannya yang sudah selesai sarapan.
“Oooh. Ini Diva, temanku. Anak angkat Ibu di rumah.
Diva ini yang menjadi penghibur Ibu, kalau sedang rindu sama ank-anaknya.
Maklum kami kuliah di luar kota semua. Ya, Pak demi cita-cita….Hmmh…” Ririn
menarik nafas dan melanjutkan “cita-cita membangun bangsa ini Pak.” Menutup
pembicaraannya dengan mata berbinar-binar.
“Mantap.Mantap. Kenalkan Diva, aku Tono teman SMU
Ririn.”
“Diva.” Segera menyodorkan tangannya untuk berkenalan.
“Pak, kacang ijonya satu ya. Lama-lama aku lihat kalian
mirip. Benar-benar Ririn kedua ini. Wah, Ibu Retno punya anak kembar dunks.”
Jelas Tono sambil menanti kedatangan
pesanannya.
“Masak. Lagian Ibu Retno punya banyak anak di kos. Kami
semua diperlakukan sama. Tidak ada perbedaan. Lagian, aku ini orangnya urakan,
sedang Ririn kalem.”
“Ech, benar loh, katanya di dunia ini ada 7 orang yang
mirip dengan kita.”
“Nah, tuh. Ririn aja setuju.” Sambil menerima kacang
ijo yang dinanti.
“Aku makan dulu ya cewek-cewek.”
“Iya silakan Pak.”
“Hmmh, ngomong-ngomong kamu ditugaskan di sini. Enak
dunks. Enak ya udah kerja.”
Tono yang polisi mengangguk-angguk.
“pendidikan itu penting Bu. Semua pekerjaan itu sama.
Asal kite mencintai pekerjaan kita. Nah, sekarang selagi belum bekerja,
belajarlah baik-baik dan semua jurusan itu sama dan cintailah agar….” Tono
tidak melanjutkan.
“Agar berhasil kelak.” Kedua cewek-cewek yang berada di
kanan kiri Tono melanjutkan antusias
seperti murid mendengarkan guru kesayangannya.
“Pinter anak-anak.”
“Kalau bole tahu..”
“Polisi, mbak Diva yang terhormat dan muliakan Allah.”
Tono menjawab cepat karena sudah tahu apa yang akan ditanyakan oleh Diva.
“Oh ya polisi.” Sambil mengangguk-angguk tersenyum
seperti ada rencana penting yang akan diinstruksikan. Alhasil, Ririn dan Tono
binggung melihat ekspresi temannya.
“Emang kenapa.” Tanya Ririn.
“Bagus sekali Pak Tono. Bagaimana menurutmu….”
“Ya…” serentak Ririn dan Tono tak sabar.
“Hmmh…” seperti berpikir kembali atau mencerna apa yang
akan disampaikan, lalu berkata, “
“Sudah yuk kita pulang saja. Soalnya aku harus meenyelesaikan makalahku,
biar segera diperbolehkan mengajukan judul skripsi.”
“Lah, kok. Enggak diselesaikan pembicaraannya, Mbak
Diva.” Tungkas Tono enggak puas.
“Iya nanti saja. Di jalan aku beritahukan.”
“Gimana, Pak? Masih dengan Susi? Pertanyaan Ririn hanya
dib alas tatapan tajam Tono ke depan jalan di saat mereka ke parkiran.
“Ton Ton… ehem.”
“Iya, iya apa ya…”
“Sudah bertunagan.” Jawab Tono lemas
“Bertunangan? Dengan siapa?” sambung Ririn yang sudah mencium gelagat tidak baik
dengan hati-hati.
“Bukan dengan aku.”
“Sabar ya Ton. Pasti ada yang lebih baik.”
“Benar Bu, meski perasaanku masih ada.”
“hmmh. Teruskan Ton. Jangan pernah liha tke belakang.
Masih banyak cewek yang labih baik. Mau aku cariin? “seraya melihat kea rah
Diva yang sedang menikmati udara pagi.
“Aku rasa saat ini aku mau focus pada
pekerjaan dulu. Aku mau berprestasi dalam pekerjaanku Bu Ririn. Setuju?”
“Setuju sekali Pak Tono.”
“Bagus sekali dan sekarang aku mau titip pesan buat bapak Polisi yang terhormat
dan dimuliakan Allah. Tolong ya Pak jaga
anak-anak Indonesia dari hal-hal yang bisa menghnacurkan bangsa ini, termasuk
pergaulan bebas. Aku yakin “There is a will there is a way. That’s the way it
is”
“Baik baik ibu-ibu yang baik.”
“Tunggu dulu, satu lagi. Aku ingin melihatmu dekat
dengan rakyat, karena kepercayaan masyarakat dengan polisi saat ini banyak
berkurang.” Seraya menahan Tono naik ke sepeda motornya yang sederhana.
“Kira-kira, judul apa ya yang cocok untuk skripsiku
ini.” Diva berpikir-pikir sambil memegang penanya. Cukup lama Diva berpikir dan
mencari-cari idea tau inspirasi di kamarnya. Dia buka-buka daftar judul-judul
skripsi yang sudah dicatatnya. Diva juga membuka-buka kliping Koran yang
dikumpulkannya dari semester satu. Dia menyusunnya dengan rapi di
Sudut
kamarnya. Diva juga membuka kumpula buku-buku yang dibelinya dengan menyisihkan
uang pemberian orang tuanya,
“Pengaruh pemilu terhadap pengetahuan politik
masyarakat kelurahan ini…, Pengaruh tayangan acara keadilan di Maju TV,
analisis wacana rubric politik d Koran…., hmmh, kira-kira apalagi ya?” Diva
berpikir lagi dan mulai mengantuk sampai tertidur di atas meja belajarnya.
Hari pun pagi. Suara nada sms masuk membangunkan Diva
yang sedang tertidur pulas dan sudah pindah ke kasurnya.
“Aswl. Pagi Diva. Sudah sholat subuh belum?”
“Belum, baru bangun soalnya. Makasih ya sudah
dibangunin. Kalau boleh tahu, siapa ya?
“Ini no baruku. Ini Tono. Masih ingat kan?”
“Iya masih ingat”, balas Diva kemudian dan bangkit mencuci muka, lalu mengerjakan
sembahyang subuh. Dalam sholatnya Diva memanjatkan doa dengan khusuk. Ketika
Diva melipat sajadahnya, dia mendapat ide mengenai judul barunya. Diva langsung
mengetik pengajuan judulnya.
“Analisis
Sejauh Mana Politik Bersih Diterapkan
dalam Departemen Hukum dan Ham.”
Dalam
10 menit sudah rampung. “Yes”, Diva menarik tangannya seperti seorang
olahragawan yang mampu menjatuhkan lawannya.
“Pagi
semua. Aswl,” menyapa teman-temannya yang sudah menunggu di koridor kampus
hijau mereka.
“Gimana,
Div sudah siap mengajukan judulnya. Aku doain langsung disetujui.”
“Insya
Allah siap. Makasih atas doanya dan kalau harus dieprbaikin aku juga sudah
siap, karena tujuannya untuk kesempurnaan karya kita. Bagaimana pendapat
kalian?”
“Setuju.”
Serentak keempat temannya menjawab.
“Oh
ya, makasih juga atas saran-saran kalian untuk judulku, karena masukan kalian
aku jadi lebih PD.” Sebelum Diva melangkah keluar dan dibalas senyuman
teman-temanya yang penuh dukungan. Langkah Diva begitu pasti dan dalam hatinya
dia tidak lupa berdoa. Ya, diva memang seorang wanita yang energik.
“Bismillahirrohmanirrohim.
Pagi Bu. Saya ingin mengajukan judul skripsi saya.” Terang Diva sopan.
“Baik.
Mari biar saya lihat. Bagus sekali judulnya, dan di form ini sudah lengkap.
Tinggal tanda tangan dan acc ketua jurusan.
Enam
bulan kemudian, Diva menyelesaikan skripsinya. Dia mendapat nilai A. Diva
benar-benar mengerjakan skripsinya
dengan teliti dan dengan tangan sendiri. Bahkan
tulisannya sempat masuk ke Koran local mengenai “Meragukan kemampuan
diri dengan plagiat.” Dan ketika wisuda ada yang berbeda dari Diva. Dia tampak
lebih dewasa dengan jilbabnya.
(Sien-sien.)
Minggu-minggu
selanjutnya bagi Diva adalah saat untuk benar-benar ulet mencari pekerjaan.
Semangatnya tidak gentar meski harus turun naik kendaraan umum. Pada saat baru
mengantarkan lamaran. Diva menyempatkan diri ke loper Koran yang dekat dengan toko buku tersebut. Gita melihat
anak-anak dari slum area. Perasaannya begitu terenyuh karena mereka begitu
dekil dan bertelanjang kaki.
Gita :“Dek nggak sekolah?
Anak :”Nggak ada uang. Main
enak.”
(Di sudut yang
lain seorang anak sedang membaca buku.)
Anak :“Kakak-kakak. Kita mau
kok sekolah, tetapi….”
Gita :“Mau kakak kasi buku? “
Anak :“Mau mau. Komik ya kak.”
Gita :“Enggak hanya komik,
tapi buku lain yang lebih berharga harus kalian baca. Mau?”
Anak :“Mau? Kak.
Besoknya Gita langsung
membawakan buku-bukunya untuk mereka. Bahkan, semangatnya untuk mengajar
muncul. Gita langsung menjelaskan semua pertanyaan mereka. Syukurlah mereka
anak-anak yang cerdas sekali.
Oke, sekarang buka buku halaman
enam. Sudah semua?
Sudah Bu.
Sekarang ibu mau kalian membaca.
Baik Bu. Fosil Dinosaurus
spesies baru dipamerkan di Brasil. Fosil tulang-belulang dinosaurus yang
ditemukan di Brasil ini dipastikan berasal dari spesies baru. Diberi nama
Maxakalisaurus Topai, hewan seberat Sembilan ton dan setinggi 13 meter ini
diperkirakan pernah hidup pada Periode Cretaceous sekitar 80 juta tahun lalu..”
bacaannya masih tersendat-sendat. Jadi mau enggak mau Gita harus membacakan
dongeng.
Gita
semangat sekali dan keantusiasannya diarahkannya
untuk mengurusin anak-anak didiknya. Dia membuka komunitas pendidikan gratis
dari FB untuk mencari donator untuk menyumbangkan dananya dan mewujudkan
rencananya untuk membuka rumah baca dan sekolah gratis, sembari masih mencari pekerjaan.
Aris :“Selamat
Pagi Mbak Gita. Saya Aris ingin bergabung dalam komunitas ibu. Saya ingin
gabung dalam dua program sekaligus, yaitu program rumah baca dan sekolah gratis.
Saya sudah dari dahulu punya rencana, tetapi belum terrealisasikan, karena saya
belum menemukan tempat yang tepat.
Gita :(Gita
diam seribu bahasa karena saking senangnya dan melanjutkan membaca inbox
tersebut )
Aris :”Apakah
besok ibu ada waktu? Saya akan segera bawa buku-buku saya. Saya juga akan datang
bersama teman-teman saya yang lain, karena kami sebelumnya juga sudah bergabung
dalam komunitas cinta baca. Saya rasa keinginan ibu untuk segera meresmikan
rumah baca ini bisa segera terlaksana.”
Gita :“Alhamdulillah.
Allah sudah menjawab doa kita Pak. Saya akan menunggu bapak di sini untuk
membicarakan perkembangan selanjutnya dari rumah baca kita ini. Gita Pertiwi.
Wassalam.” (Balas Gita dalam emailnya)
Ibu kos :“Ehem, kelihatannya kamu
senang sekali. Kamu sudah dapat donatur?”
Gita :“ Iya Bu, bahkan lebih
dari satu. “
Ibu kos :“Alhamdulillah. Kalau kita
yakin, Allah akan memberikan pertolongan-Nya kepada kita.”
Gita :“Iya dengan sebelumnya
kita harus berusaha keras.”
Ibu kos :“Gita,
ibu senang sekali loh. Mudah-mudahan, banyak yang akan berkunjung. Jadikan
rame. Oh ya, ibu punya ide untuk segera membersihkan ruangan yang akan disulap
jadi rumah baca idamanmu.”
Gita :“Ayuk Bu. Oh ya, Gita
dengar Ririn akan tinggal bersama kita lagi, ya Bu?”
Ibu kos :“Iya. Besok dia akan datang.”
Gita :“Asyik
kalau begitu. Kalau rumah baca ini benar-benar jadi diresmikan, ada Ririn yang
menemanin kita. “
Ibu kos :“Iya.”
“”””””
Tiba-tiba
Tono nelpon dan memberitahukan kabar gembira. Gita yang sedang memegang sapu
bergegas ke ruang tamu hendak mengangkat telepon.
Tono :“Halo
Gita. Ini Tono. Git, ada kabar gembira buat kamu. Sekarang dinas sedang
mengalakkan dengan gencar pemberantasan Narkoba, kriminal, dan pergaulan bebas.
Aku salah satu pimpinan dalam aksi ini.”
Gita :“Waw,
bagus tuh.”
Tono :“Yang
lebih bagusnya lagi Git, seluruh lapisan masyarakat ikut dilibatkan. Kami juga
bekerjasama dengan tentara. Jadi, image negatif pada pihak aparat bisa segera sirna.”
Gita :“Alhamdulillah.
Aku doain semoga kamu dan kawan-kawan bisa menjalankan tugasnya dengan baik.”
Tono :”Nah,
itu dia yang aku senang dari kamu. Trims ya Git. Tapi, tunggu dulu….hmmh….
Gita :”Apa?”
Tono :“Hmmh,
te…te…terus ada yang ingin aku sampaikan kepadamu. Anu, anu….bukan maksudlku…hmmh…
maukah kamu…?”
Gita :“Ayoo,
apaan? Harus berani dong. Katanya orang
Batak. Nama lengkap Tono Parlaungan. Masak kayak gini aja keder.”
Tono :“Betul nih? Serius nih…”
Gita :“Serius.”( Jawab Gita
antusias)
Tono :“Aku mau kamu jadi pacar
kamu.”
Gita :“Nah gitu dunks. Spirit…
Spirit…Ta.. ta… apa?”
Tono :“Kok
apa sih? Jawabnya sekarang. Enggak bisa? 1-0 dong kalau gitu. Katanya harus
berani.”
Gita :“Abang
tono Parlaungan. Dengar ya, ini bukan
masalah berani atau tidak, tetapi masalah keputusan penting. Jadi, wajar kalau
harus dipertimbangkan terlebih dahulu.”
Tono :“Harus dipertimbangkan
dulu ya? He he” (Tono jadi salah tingkah)
Gita :“Iyaa, benar sekali.
Udah dulu ya. Aku mau terusin beres-beresnya dulu. “
“””””
“Terima
kasih atas kehadiran Bapak Ibu di sini. Puja dan puji syukur kita panjatkan
atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa. Saya berharap semoga kedepannya rumah baca
ini, bisa menjadi wahana pencerdas bangsa, karena membaca adalah jendela
dunia.”
Penguntingan
pita dilakukan dengan seksama. Para hadirin memperhatikan dengan cermat dan mereka bertepuk tangan. Acara
selanjutnya adalah pemotongan tumpeng, yang dibuat oleh Ririn dan Gita sendiri. Tumpeng tersebut
dibagi-bagikan kepada para hadirin. Para hadirin juga tidak lupa menyalamin
dan memberikan ucapan selamat kepada
Ririn dan Gita.
“””
Ririn :”Anak-anak
hari ini kita kedatangan guru baru lagi di rumah baca kita. Ayoo, sapa bu
gurunya.”
Anak-anak :“Selamat
siang Bu.”
Ririn :“Siang
anak-anak. Ini hari pertama ibu. Jadi, izinkan ibu memperkenalkan diri. Nama
ibu Mirna. Sudah tahu kan? Nah, Sekarang ibu mau kalian memperkenalkan diri
kalian juga satu per satu.”
Ketika anak-anak sibuk
memperkenalkan diri, Ririn dan Gita sudah mulai menilai guru baru tersebut agar
bisa mengetahui kelebihan dan kekurangannya. Tak lama kemudian Gita membuka
percakapan.
Gita :“Rin, kemarin aku lihat
kamu jalan berdua dengan Rony ya?”
Ririn :“Iya, dia nemanin aku
membeli buku baru.”
Gita :“Kalian semakin dekat.
Menurut aku dia pria yang baik.”
Ririn :“Oh
ya? terima kasih. Bagaimana hubunganmu
dengan Tono? Kapan kalian lebih serius lagi? Tono juga kan sudah cukup mapan dan kamu juga
sudah jadi guru TK. Hidup ini simple, fren, menikah dan punya anak. That’s all.
Walau banyak sekali yang membuatnya rumit. Bagi segelintir orang hidup
sederhana yang dikejar, tetapi bagi orang lain hidup seperti itu dihindarin. Ya
manusia memang komplit dan aneh.”
Gita :“Benar.
Aku terlalu sibuk dengan sekolah dan rumah baca kita, karena aku merasa hidup
ini lebih berharga dengan melakukan tindakan seperti ini. Alhasil, aku sampai
lupa untuk hal yang lain. Untung ada kamu Rin yang ingatin.”
Ririn :“Sudah kewajiban kita
untuk saling mengingatkan.”
Gita :“Ya,
hidup ini memang simple. Menikah dan punya anak. Dan semoga rejeki kami lancar
dan banyak”
“”
Delapan belas
tahun kemudian, Tono dan Gita sudah menikah dan dikaruniakan tiga anak,
dua perempuan dan satu laki-laki. Tono sudah naik pangkat.
Sien : Di
lapangan bulu tangkis. Gita sedang menunggu putrinya berlatih bulu
tangkis.
Gita :“Hallo,
abang.”
Tono :“Iya. Ada
apa dek.” (Dengan suara yang penuh kasih sayang)
Gita :“Adek
mau permisi untuk pulang telat dari latihan Ditha, putri kita. Kan tiga bulan
lagi dia harus ke Jakarta untuk mengikuti Sea Games 2011. Aku ditemanin sama
ibu ya Bang. Soalnya Ririn tadi sibuk dengan anak-anak didiknya”
Tono :
“Iya abang izinin.” (Kata komandan yang kemana-mana selalu berpakaian rapi dan sederhana ini). “ Abang juga nanti akan menjemput Nabilla. Dek udah dulu ya,
soalnya ada telepon masuk sepertinya dari putri kita.”
Nabilla :“Hallo, ayah, enggak telat kan?
Tono :”Enggak. Ini ayah berangkat. (Tono bangkit dan keluar
dari ruang kerjanya menuju ke tempat parkir. Sepanjang koridor kantornya, pak
polisi teladan ini selalu ramah kepada rekan kerjanya dengan selalu melemparkan
senyum. Lalu, Tono menghidupkan sepeda motornya dengan terlebih dahulu
memanaskannya agar mesinnya lebih terawat.)
Pak Polisi :
“Wah, Pak Tono sepertinya mau cepat-cepat
ya, tetapi tetap saja masih sempat memanaskan sepeda motornya.”
Tono : “Iya,
Pak. Biar mesinnya awet dan lebih hemat
energi.”
Pak Polisi : “Kalau boleh
tahu. Mau kemana rupanya, Pak?”
Tono : “Mau
menjemput anak saya di……”
Pak Polisi :
“Saya rasa tidak akan lama perjalanan, ditambah melihat kemacetan lalu lintas sudah berkurang,
karena aksi teman sejawat kita juga, Pak.”
Tono :”Alhamdulillah.”
Pak polisi :”Padahal,
pendatang baru dari provinsi lainnya semakin bertambah. Iya inilah untungnya
tinggal bukan di ibukota. ”
Tono :”Benar
juga ya! Ya, mudah-mudahan kemacetan Jakarta juga berkurang dan lalu lintas
semakin tertib dari Sabang sampai Merauke.”
Pak polisi :”Iya, Pak.
Hati-hati!!! Biar lambat asal selamat.”
Tono :”Terima
kasih, Pak Bagus. (Tono langsung menarik gas dan keluar dari kantor poltabes)
Sien :Kampus
yang Asri dengan lapangan yang sangat luas. Tampak para atlet berlatih dengan
serius dengan semangat pantang menyerah. Lapangan ini dekat dengan jalan
sehingga ada beberapa warga menonton. Tampak Billa melambai-lambaikan tangannya
ke arah ayahnya, yang sudah cukup lama
menyaksikan anaknya berlatih.
Nabilla :
Yah, Billa sekarang sudah menguasai gerakan ini. Billa mau mengejar
ketertinggalan dari bang Fajar dan kak Santhi. Mereka sudah menjadi atlet yang
diperhitungkan. Santhi harus bisa lolos ke kejuaraan daerah dulu. Mudah-mudahan
selanjutnya semua lebih mudah.Amiin.” (Jelas Billa dalam perjalanan pulang)
Tak terasa pembukaan SEA GAMES
2011 sudah berjalan. Obor sudah diarak ke beberapa kota. Harapan Tono dan
istrinya melihat Ditha meraih medali untuk dipersembahkan kepada negara
tercinta.
Ditha : “Yah Ibu, doain Ditha
ya.”
Tono dan istri :”Iya, pasti sayang.” (Jawab mereka
serentak)
Ditha menyalami
kedua orang tuanya, lalu memeluk kedua orang tuanya. Setelah itu langsung masuk
ke bandara. Ditha mengambil rute Kalimantan-Jakarta. Ditha tak lupa melepas
senyum kepada kedua orang tuanya dan keluarganya.
Gita :”Pergilah
Nak. Kami dan seluruh bangsa Indonesia mendoakan kalian, seluruh atlet
Indonesia.” (Kata dalam hati) Tak terasa air matanya menetes.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar