Selasa, 02 September 2014

Opini mengenai kritikan



Bersikap Bijak Terhadap Kritikan

Ketika kita dikritik kepribadiannya, tingkah laku, dan “attitude” , kita sering tidak  terima. Akan tetapi,  kita juga tahu ada banyak orang yang begitu berjiwa besar  menerima kritikan terhadap mereka. Nah, sebenarnya kritikan itu klise artinya, tetapi maknanya dalam.  Klise karena kita cukup menganggap hal tersebut adalah sesuatu yang membangun, agar kita maju. Ayo?? Siapa yang tidak mau maju!!!! Dalam maknanya karena untuk membangun seseorang perlu pemahaman, agar mengerti apa yang harus dikerjakan selanjutnya, sebagai respon atau tanggapan dari kritik tersebut.  Bahkan, untuk memahami sinyal yang datang, yaitu berupa kritik, kita harus mempunyai kontrol diri dan kepala dingin, sehingga kita bisa memilah yang mana yang benar dan mana yang hanya pemikiran si pemberi kritik, atau just “asumtion of criticus”.
            Fenomena sosial seringkali mengundang begitu banyak kritikan. Melahirkan pro dan kontra di masyarakat. Bagaimana tidak?? Sebab fenomena tersebut dianggap tidak biasa, bahkan  meresahkan. Dan, jangan salah sesungguhnya begitu banyak fenomena yang berkembang luas itu ialah suatu hal yang sudah dianggap biasa, sehingga kita sulit membedakannya, apakah itu benar atau salah?
            Nah, sekarang untuk dapat membedakannya. Tentu kita harus pandai-pandai memilah asumsi kita, dengan menggunakan naluri dan logika. Wah, suatu pekerjaan yang susah-susah gampang. Betul?? Namun, sebagai manusia atau kita sebut saja pemimpin di muka bumi ini, karena memang kita diciptakan oleh sang Khalik untuk menjaga dan menjadi khalifah di atas bumi ini.Betul?? Jadi, what’s next??
Ayo, pikir?? Jika kita saja sudah malas untuk berpikir, bisa-bisa akan dini terserang penyakit pikun. Selanjutnya, ya kita harus berusaha seintelektual mungkin, untuk mendapatkan yang namanya asumsi yang tepat terhadap fenomena tersebut tersebut. Tujuannya apa?? Ya tentunya agar mendapatkan penyelesaian  dari pro dan kontra yang mencuat dari adanya fenomena tersebut.
            Ternyata, fenomena  itu bukan untuk dipusingkan atau menjadikannya sebagai  suatu tekanan, tetapi seyogianya dianggap pematangan pribadi atau jiwa, dari sebab kritikan baik yang pro dan kontra ialah untuk membangun. Terlebih lagi, prosesnya  yang membutuhkan pemahaman/pemikiran dapat memperkaya dan mempertajam intelektual sosial kita. Memang, ada kritikan yang rasa-rasanya tidak membangun. Jadi, harus diapakan kritikan seperti itu?? Oooh, tentunya disaring lagi , mungkin kita akan dapatkan yang berguna. Alih-alih, namanya tetap sebagai suatu kritikan yang membangun.
            Coba Saudara pikir, jika seseorang dikritik dan menjawab “ Ini sudah tidak bisa diubah lagi.”       Bagaimana pendapat Anda? Dan, marilah sekarang kita ingat pepatah yang mengatakan “Dimana ada kemauan, di situ ada jalan.”
            Tentunya ketika kita menerima kritikan itu pertama sekali, di dalam diri kita muncul pro dan kontra. Ada yang menolak, karena merasa  kebebasannya akan terkekang, jika harus mengubah atau mengikuti kritikan tersebut. Padahal, kita tidak harus mengikuti bulat-bulat kritikan tersebut. Namun, kita harus bijak memfilternya agar menemukan bagian mana yang bisa diambil.
            Toh, dengan begitu akan malah menguntungkan kita, bukan sebaliknya. Kerapkali, orang tidak memberi respon terhadap kritikan (stuck), bahkan tanpa pertimbangan (berlalu begitu saja), karena ogah menyaringnya dan malas mengubah diri. Malas karena menganggap diri sudah benar, tanpa menyempatkan waktu untuk memakai
kaca mata  orang lain. Bagaimana mungkin kita bisa mempermatang diri dengan kritikan, jika kita tidak mau memperkaya diri dengan sesuatu yang baru, yang hanya bisa didapat dari pengalaman orang lain. Ada pepatah yang mengatakan “Tak kenal maka tak sayang, tak sayang  maka tak cinta.”
            Maka, mari kita buat pepatah yang baru sebagai analogi dari pepatah di atas, bunyinya begini “Tidak terbuka
            Sekarang coba pikirkan kalau tiba-tiba  Anda dikritik tentang kebebasan Anda. Bagaimana cara terbaik Anda menanggapinya? Tentunya dengan tidak berat sebelah (win win solution), artinya memegang kaca mata Anda, dan  melihat kaca mata orang lain dengan mengambil ilmu atau ide yang baik.    Dalam hal ini, Anda tentunya harus hati-hati , karena Anda dapat menyusupkan kepentingan Anda, begitu juga orang lain.  Dari sebab itu, kita harus punya pedoman yang kuat. Begini salah satu contohnya,  jika perbuatan yang dikritik tersebut memang menjadi hak Anda, berarti sah-sah saja,   tetapi ingat kita tidak boleh mempergunakan hak kita tersebut, untuk  lari dari kodratnya. Jadi,  sah-sah saja, Anda jangan berang, jika ada orang yang memberanikan diri untuk menjaga perbuatan Anda tetap di relnya dengan menkritik Anda.
Sekarang, Anda bisa menilai sendiri  kasus  pro&kontra yang terjadi di Indonesia mengenai pornografi, yang marak tahun lalu. Wah, sudah tidak up to date lagi ya?  Itu berarti, masalah ini sudah matang sekali diperbincangkan, tetapi bukan berarti sudah basi untuk diperbincangkan. Apalagi  notabene  para pelakunya mungkin masih belum mampu secara bijak  menanggapin pro&kontra yang ada.
Selanjutnya saya ingin memberi contoh perilaku yang mengundang banyak kritikan, atau dengan kata lain mengundang sejumlah pro&kontra. Sebenarnya, perilaku ini sudah dianggap biasa bagi  segelintir orang, Padahal, sesungguhnya perilaku ini tidak dibenarkan. Binggung bukan? Dan apakah anda semakin binggung, jika saya tanya bentuk perilaku tersebut, satu saja?.  Saya beri  tiga hitungan, satu…dua…tiga…
Kita sebut saja perilaku seks menyimpang. Dan, tolong sebut saja si “H” dan si “L” dalam hati Anda. Biar Anda lebih memahaminya. Saya sengaja tidak mengucapkannya. Jika bisa dibilang, ini adalah  karena ingin menjaga budaya ke-Timuran kita, yang penuh tata karma.
Tidak jarang kita segan dan malu untuk memberikan kritik kepada mereka yang sengaja dan tidak sengaja melakukannya. Namun, why not? Apalagi, kalau kita tulus melakukannya. Maksud Saya ialah tulus mengkritiknya. 
Saya masih ingat ketika Saya dan dua sahabat Saya reunian. kami pernah membicarakan sejenak mengenai fenomena ini.   Saya begitu enak tanpa pertimbangan bilang, “Ya nggak boleh”.  Lalu, satu sahabat Saya yang kritis menjawab, “Ya, nggak gitu juga. Mereka juga nggak mau seperti itu,” sambil memandang  kritis kearah Saya.
Dari percakapan tersebut, saya dapat menangkap maksud sahabat Saya, sekaligus  sadar yang Saya katakan juga tidak salah. Saya berpikir, tidak ada satu orang pun yang ingin dianggap abnormal dari yang lain. Kita sudah selayaknya bersyukur lahir sebagai orang yang normal. Wujud syukur itu bisa ditunjukkan dengan cara tidak menyalahkan apalagi sampai mengucilkan mereka.
Akan tetapi, bukan malah membenarkan perbuatan mereka. Kita harus mendukung mereka untuk berubah, agar dapat menanggapin secara bijak dan positif ketidaksukaan orang lain terhadap perbuatan mereka. Dan yang terpenting, Saya rasa ialah adanya kesadaran bahwa sesuatu yang  terjadi mangandung hikmah dan pelajaran yang berharga buat hari ini, besok, dan sampai di kemudian hari. Dan,  lebih luasnya Tuhan lah yang tahu.
Terpenting karena Saya pikir dapat memotivasi secara kuat untuk bisa berubah. Satu poin lagi adalah kesadaran bahwa sikap dan perbuatan bisa diubah. Jelas!! Kenapa tidak? “Selagi ada kemauan di situ ada jalan (there is a will there is way). Sedangkan sesuatu yang tidak seharusnya diubah saja, banyak yang berani mengubahnya. Yang jelas-jelas ciptaan yang di atas. 
Terakhir, saya mau mengajak Anda semua berpikir secara kritis terhadap  fenomena ini. Sebagai wujud bahwa kita tidak hanya bisa mengkritik, tetapi juga dapat memikirkan cara yang tepat  untuk membantu mereka. Oh ya, satu dari Saya adalah “Jangan pernah berpikir tidak mampu.” Yang kedua dari Saya ialah “Pikirkan orang-orang sukses, bahwa mereka  banyak belajar dari kegagalan dan sesuatu yang tidak mungkin, dan mereka menciptakan sesuatu yang belum terpikirkan sebelumnya.” Yang ketiga dari Saya ialah “Jangan pernah menyerah sesulit apapun itu, Teman. “ Selanjutnya.., ya dari Anda semua.   Jika, Anda tidak menjawab secara lisan, cukuplah jawab dalam hati. Terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar