Bersikap
Bijak Terhadap Kritikan
Ketika
kita dikritik kepribadiannya, tingkah laku, dan “attitude” , kita sering tidak terima. Akan tetapi, kita juga tahu ada banyak orang yang begitu
berjiwa besar menerima kritikan terhadap
mereka. Nah, sebenarnya kritikan itu klise artinya, tetapi maknanya dalam. Klise
karena kita cukup menganggap hal tersebut adalah sesuatu yang membangun, agar
kita maju. Ayo?? Siapa yang tidak mau maju!!!! Dalam maknanya karena untuk membangun seseorang perlu pemahaman,
agar mengerti apa yang harus dikerjakan selanjutnya, sebagai respon atau
tanggapan dari kritik tersebut. Bahkan,
untuk memahami sinyal yang datang, yaitu berupa kritik, kita harus mempunyai kontrol
diri dan kepala dingin, sehingga kita bisa memilah yang mana yang benar dan
mana yang hanya pemikiran si pemberi kritik, atau just “asumtion of criticus”.
Fenomena sosial seringkali
mengundang begitu banyak kritikan. Melahirkan pro dan kontra di masyarakat.
Bagaimana tidak?? Sebab fenomena tersebut dianggap tidak biasa, bahkan meresahkan. Dan, jangan salah sesungguhnya
begitu banyak fenomena yang berkembang luas itu ialah suatu hal yang sudah
dianggap biasa, sehingga kita sulit membedakannya, apakah itu benar atau salah?
Nah, sekarang untuk dapat
membedakannya. Tentu kita harus pandai-pandai memilah asumsi kita, dengan
menggunakan naluri dan logika. Wah, suatu pekerjaan yang susah-susah gampang.
Betul?? Namun, sebagai manusia atau kita sebut saja pemimpin di muka bumi ini,
karena memang kita diciptakan oleh sang Khalik untuk menjaga dan menjadi
khalifah di atas bumi ini.Betul?? Jadi, what’s next??
Ayo,
pikir?? Jika kita saja sudah malas untuk berpikir, bisa-bisa akan dini
terserang penyakit pikun. Selanjutnya, ya kita harus berusaha seintelektual
mungkin, untuk mendapatkan yang namanya asumsi yang tepat terhadap fenomena tersebut
tersebut. Tujuannya apa?? Ya tentunya agar mendapatkan penyelesaian dari pro dan kontra yang mencuat dari adanya
fenomena tersebut.
Ternyata, fenomena itu bukan untuk dipusingkan atau menjadikannya
sebagai suatu tekanan, tetapi seyogianya
dianggap pematangan pribadi atau jiwa, dari sebab kritikan baik yang pro dan
kontra ialah untuk membangun. Terlebih lagi, prosesnya yang membutuhkan pemahaman/pemikiran dapat
memperkaya dan mempertajam intelektual sosial kita. Memang, ada kritikan yang
rasa-rasanya tidak membangun. Jadi, harus diapakan kritikan seperti itu?? Oooh,
tentunya disaring lagi , mungkin kita akan dapatkan yang berguna. Alih-alih, namanya tetap sebagai suatu kritikan yang
membangun.
Coba Saudara pikir, jika seseorang
dikritik dan menjawab “ Ini sudah tidak bisa diubah lagi.” Bagaimana pendapat Anda? Dan, marilah
sekarang kita ingat pepatah yang mengatakan “Dimana ada kemauan, di situ ada
jalan.”
Tentunya ketika kita menerima kritikan
itu pertama sekali, di dalam diri kita muncul pro dan kontra. Ada yang menolak, karena merasa kebebasannya akan terkekang, jika harus
mengubah atau mengikuti kritikan tersebut. Padahal, kita tidak harus mengikuti
bulat-bulat kritikan tersebut. Namun, kita harus bijak memfilternya agar
menemukan bagian mana yang bisa diambil.
Toh, dengan begitu akan malah
menguntungkan kita, bukan sebaliknya. Kerapkali, orang tidak memberi respon
terhadap kritikan (stuck), bahkan
tanpa pertimbangan (berlalu begitu saja), karena ogah menyaringnya dan malas
mengubah diri. Malas karena menganggap diri sudah benar, tanpa menyempatkan
waktu untuk memakai
kaca mata orang lain. Bagaimana mungkin kita bisa
mempermatang diri dengan kritikan, jika kita tidak mau memperkaya diri dengan
sesuatu yang baru, yang hanya bisa didapat dari pengalaman orang lain. Ada pepatah yang
mengatakan “Tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta.”
Maka, mari kita buat pepatah yang
baru sebagai analogi dari pepatah di atas, bunyinya begini “Tidak terbuka
Sekarang coba pikirkan kalau
tiba-tiba Anda dikritik tentang
kebebasan Anda. Bagaimana cara terbaik Anda menanggapinya? Tentunya dengan
tidak berat sebelah (win win solution), artinya memegang kaca mata Anda, dan melihat kaca mata orang lain dengan mengambil
ilmu atau ide yang baik. Dalam hal ini, Anda tentunya harus hati-hati
, karena Anda dapat menyusupkan kepentingan Anda, begitu juga orang lain. Dari sebab itu, kita harus punya pedoman yang
kuat. Begini salah satu contohnya, jika
perbuatan yang dikritik tersebut memang menjadi hak Anda, berarti sah-sah
saja, tetapi ingat kita tidak boleh
mempergunakan hak kita tersebut, untuk
lari dari kodratnya. Jadi,
sah-sah saja, Anda jangan berang, jika ada orang yang memberanikan diri
untuk menjaga perbuatan Anda tetap di relnya dengan menkritik Anda.
Sekarang,
Anda bisa menilai sendiri kasus pro&kontra yang terjadi di Indonesia
mengenai pornografi, yang marak tahun lalu. Wah, sudah tidak up to date lagi
ya? Itu berarti, masalah ini sudah
matang sekali diperbincangkan, tetapi bukan berarti sudah basi untuk
diperbincangkan. Apalagi notabene para pelakunya mungkin masih belum mampu
secara bijak menanggapin pro&kontra
yang ada.
Selanjutnya
saya ingin memberi contoh perilaku yang mengundang banyak kritikan, atau dengan
kata lain mengundang sejumlah pro&kontra. Sebenarnya, perilaku ini sudah
dianggap biasa bagi segelintir orang, Padahal,
sesungguhnya perilaku ini tidak dibenarkan. Binggung bukan? Dan apakah anda
semakin binggung, jika saya tanya bentuk perilaku tersebut, satu saja?. Saya beri tiga hitungan, satu…dua…tiga…
Kita
sebut saja perilaku seks menyimpang. Dan, tolong sebut saja si “H” dan si “L”
dalam hati Anda. Biar Anda lebih memahaminya. Saya sengaja tidak
mengucapkannya. Jika bisa dibilang, ini adalah
karena ingin menjaga budaya ke-Timuran kita, yang penuh tata karma.
Tidak
jarang kita segan dan malu untuk memberikan kritik kepada mereka yang sengaja
dan tidak sengaja melakukannya. Namun, why not? Apalagi, kalau kita tulus
melakukannya. Maksud Saya ialah tulus mengkritiknya.
Saya
masih ingat ketika Saya dan dua sahabat Saya reunian. kami pernah membicarakan
sejenak mengenai fenomena ini. Saya
begitu enak tanpa pertimbangan bilang, “Ya nggak boleh”. Lalu, satu sahabat Saya yang kritis menjawab,
“Ya, nggak gitu juga. Mereka juga nggak mau seperti itu,” sambil memandang kritis kearah Saya.
Dari
percakapan tersebut, saya dapat menangkap maksud sahabat Saya, sekaligus sadar yang Saya katakan juga tidak salah.
Saya berpikir, tidak ada satu orang pun yang ingin dianggap abnormal dari yang
lain. Kita sudah selayaknya bersyukur lahir sebagai orang yang normal. Wujud
syukur itu bisa ditunjukkan dengan cara tidak menyalahkan apalagi sampai
mengucilkan mereka.
Akan
tetapi, bukan malah membenarkan perbuatan mereka. Kita harus mendukung mereka
untuk berubah, agar dapat menanggapin secara bijak dan positif ketidaksukaan
orang lain terhadap perbuatan mereka. Dan yang terpenting, Saya rasa ialah
adanya kesadaran bahwa sesuatu yang terjadi
mangandung hikmah dan pelajaran yang berharga buat hari ini, besok, dan sampai
di kemudian hari. Dan, lebih luasnya Tuhan
lah yang tahu.
Terpenting
karena Saya pikir dapat memotivasi secara kuat untuk bisa berubah. Satu poin
lagi adalah kesadaran bahwa sikap dan perbuatan bisa diubah. Jelas!! Kenapa
tidak? “Selagi ada kemauan di situ ada jalan (there is a will there is way).
Sedangkan sesuatu yang tidak seharusnya diubah saja, banyak yang berani
mengubahnya. Yang jelas-jelas ciptaan yang di atas.
Terakhir,
saya mau mengajak Anda semua berpikir secara kritis terhadap fenomena ini. Sebagai wujud bahwa kita tidak
hanya bisa mengkritik, tetapi juga dapat memikirkan cara yang tepat untuk membantu mereka. Oh ya, satu dari Saya
adalah “Jangan pernah berpikir tidak mampu.” Yang kedua dari Saya ialah
“Pikirkan orang-orang sukses, bahwa mereka
banyak belajar dari kegagalan dan sesuatu yang tidak mungkin, dan mereka
menciptakan sesuatu yang belum terpikirkan sebelumnya.” Yang ketiga dari Saya
ialah “Jangan pernah menyerah sesulit apapun itu, Teman. “ Selanjutnya.., ya dari
Anda semua. Jika, Anda tidak menjawab
secara lisan, cukuplah jawab dalam hati. Terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar